Peluncuran Kartu Someah oleh pasangan calon Helmi-Yudi mungkin terdengar menjanjikan bagi sebagian pihak, dengan klaim layanan kesehatan gratis dan subsidi pendidikan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Garut. Namun, bagi Wa Ateng, aktivis senior dengan pengalaman panjang di ranah politik dan sosial Garut, program ini tak lebih dari janji manis yang berpotensi membebani anggaran daerah.
“Kita harus buka mata lebar-lebar,” ujar Wa Ateng dengan tegas. “Kartu Someah ini memang terdengar menggiurkan, tapi jika melihat kondisi APBD Garut yang sudah berat, janji-janji ini malah bisa jadi beban baru. Ini risiko besar jika hanya dijadikan alat politik.”
Program Kartu Someah, yang diklaim menargetkan 700 ribu penerima, dipandang Wa Ateng sebagai langkah ambisius yang tak realistis. Menurutnya, angka ini jauh di atas jumlah warga miskin di Garut yang berkisar 260 ribu jiwa. “Kenapa targetnya begitu besar, padahal data kemiskinan jauh di bawah angka itu? Apakah ini program nyata atau sekadar untuk tampak masif?”
Wa Ateng menyoroti risiko besar bagi APBD Garut jika program ini dipaksakan tanpa perencanaan matang. Dalam kondisi defisit anggaran, lanjutnya, program ini dapat memaksa pengalihan dana dari sektor-sektor lain yang esensial, seperti infrastruktur dan pendidikan. Ia mempertanyakan mengapa program ini baru digagas saat pemilu dekat, padahal Helmi Budiman sudah menjabat sebagai Wakil Bupati selama dua periode.
Menurutnya, rakyat Garut pantas mendapatkan penjelasan yang jujur dan bukan janji-janji tanpa dasar. “Kartu Someah ini lebih seperti alat politis daripada solusi nyata. Rakyat kita cerdas; mereka perlu bukti, bukan sekadar janji yang mengawang,” katanya.
Di akhir, Wa Ateng mengajak masyarakat Garut untuk kritis dan tidak mudah terpancing dengan janji politik sesaat. Ia menekankan pentingnya pemimpin yang berpikir jangka panjang, bukan sekadar demi kepentingan politik sementara. “Rakyat Garut harus bisa memilih pemimpin yang benar-benar bekerja untuk kesejahteraan bersama.”(***)